Tewasnya Ododogo Giawa Penuh Teka Teki, Kepling dan Keluarga Diperas Pengantar Mayat

Polisi tinjau lokasi penemuan mayat Ododogo, tanpa dibuat garis polis

TAPSEL (MS) – Kematian Ododogo Giawa (28) warga Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan yang ditemukan tewas tergantung di kebun salak milik warga di Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Minggu (16/12) lalu, hingga kini masih penuh dengan misteri. Dimana, kematian yang diduga tidak wajar hingga sampai adanya pemerasan yang dialami pihak keluarga.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) Kabupaten Tapanuli Selatan, Faaduhu Daeli kepada wartawan.

Dikatakannya, dari hasil pengecekan dan olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan pihak kepolisian, ada ditemukan ciri-ciri yang tidak murni pada bunuh diri yang dilakukan Ododogo. Dimana, pada pohon yang digunakan sebagai tempat pengikat akar (andor) yang digunakan untuk menjerat leher Ododogo tersebut tidak dapat dilakukan oleh satu orang.

“Sesuai dengan hasil pengecekkan/pengolahan TKP, di lapangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Tapsel di situ di temukan ciri ciri yang tidak murni bunuh diri. Pertama adalah, ditemukan akar (andor) yang melilit pohon kayu yang tidak bisa dilakukan oleh satu orang, untuk membunuh dirinya,” ucapnya.

Selain itu, tambah Faaduhu, ironisnya pohon tersebut malah ditebang lantaran tidak ada dilakukan pengamanan TKP oleh polisi. Alhasil, mereka pun menduga adanya upaya menghilangkan jejak pada kematian Ododogo.

“Pohon tersebut sudah di tebang, dikarenakan tidak ada dlakukan polisi pengamanan TKP atau tidak dibuat garis polisi. Besar dugaan adanya menghilangkan jejak, atas kematian Ododogo Giawa, ada apa dangan polisi ? ungkapnya penuh tanya.

Faaduhu juga mengatakan, dari keterangan pihak Puskesmas Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, sesampainya mayat Ododogo di Puskesma, pihak Puskesmas hanya mengikuti arahan pihak kepolisian. Bahkan, mereka juga sempat mengaku kepada petugas kepolisian bahwasanya mereka tidak memiliki kamar mayat.

“Menurut keterangan dari phak Puskesmas Sitinjak Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapsel tidak bisa melakukan visum yang lebih dalam, hanya melakukan bagian luar saja,” akunya.

Bahkan, dari pengakuan Faaduhu, dirinya yang membelikan kain panjang untuk membungkus mayat saat diantarkan ke rumah duka. Selain itu, Faaduhu juga sempat memberikan ongkos kepada supir ambulan senilai Rp 250 ribu.

“Tapi, sesampainya mayat di rumah Kepling Keluraah Sangkunur, pengantar mayat melakukan pemerasan kepada Kepling dan keluarga Ododogo Giawa meminta uang sebesar Rp 500 ribu untuk ongkos ambulance,” cetusnya.

Pasalnya, saat dilakukan gelar perkara di Polres Tapsel, Kapolsek Batangtoru menjelaskan segala bentuk biaya mengantarkan mayat ke kampung halamanya di tanggung oleh camat. “Kami dari pihak keluarga merasa ditindas merasa disepelekan mereka memandang sebelah mata,, hingga seremeh – remehnya ada apa dengan polisi,” ujarnya balik bertanya.

Sekedar mengingatkan, Minggu (16/12/2018) lalu terjadi penikaman terhadap supir angkutan minibus, Amiruddi Harahap (32) warga Huta Koje, Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan yang dilakukan Ododogo Giawa saat mobil melintas di kawasan Kelurahan Sitinjak, Kecamatan Angkola Barat. Kala itu, korban yang menerima 4(empat) tikaman tersebut menghentikan laju kenderaannya.

Disaat itulah, Ododogo keluar dari dalam mobil dan menuju kebun salak milik warga. Sementara itu, korban penikaman dilarikan ke rumah sakit TNI, Kota Padangsidimpuan. Tak berselang lama, Ododogo pun ditemukan tewas tergantung di kebun salak milik warga.

Laporan : Sumadi

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed