JAKARTA (MS) – Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pemuda Pemerhati Indonesia (DPP LPPI) menilai pernyataan mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang menuding komunisme telah menyusup ke tubuh TNI atas hilangnya patung Soeharto dkk di Markas Kostrad adalah tudingan yang bersifat tendensius dan tidak jelas kebenaran ilmiahnya.
“Menurut kami apa yang disampaikan oleh mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang menuding komunisme telah menyusup ke tubuh TNI, itu tudingan tendensius, spekulatif dan tidak terbukti kebenaranya. Pernyataan Gatot Nurmantyo tersebut dapat membuat opini miring di hadalan publik yang nantinya berdampak di tengah masyarakat,” ujar Ketua DPP LPPI Dedi Siregar, Rabu (06/10/2021) di Jakarta.
Seharusnya Gatot Nurmantyo sebagai mantan Panglima TNI, menunjukkan sikap narasi yang membangun dan solid di dalam tubuh TNI serta menunjukkan sikap patriotisme.
Menurutnya, isu komunisme seperti barang dagangan yang selalu hadir dan menjadi ritual tahunan. Sehingga hal itu patut dicurigai bermuatan politis kelompok tertentu atau individu.
Masalah komunis itu sudah mati dan biarlah menjadi pembelajaran sejarah dan kita renungi setiap 30 September serta hal tersebut kita anggap sudah selesai. Oleh karena itu, alangkah baiknya pak Gatot Nurmantyo membantu negara yang sibuk dalam pemulihan dari COVID – 19.
“Atas dasar itulah, kami himbau kepada pak Gatot stop membangun opini miring yang tendensius terhadap TNI yang hari ini kebenaranya solid dan kami mengajak seluruh elemen masyarakat agar tetap selalu waspada terkait pihak-pihak yang memainkan isu komunisme,” tegas Dedi.
Sebelumnya, Gatot Nurmantyo menyatakan bukti komunis masih ada di Indonesia, terkhusus di institusi TNI dapat dilihat dari hilangnya sejumlah barang di Museum Dharma Bhakti, Markas Kostrad, Jakarta Pusat. Barang – barang yang dihilangkan, sambung Gatot, adalah yang berkaitan dengan peristiwa penumpasan komunisme saat Orde Lama.
“Saya mendapat informasi walau bagaimanapun saya mantan Pangkostrad, akhir-akhir ini disampaikan bahwa bukan hanya patung Pak Harto, patung Pak Sarwo Edhie, sama Pak Nasution, tapi juga tujuh pahlawan revolusi sudah tidak ada di sana, dan khusus di ruangan Pak Harto mencerminkan penumpasan pemberontakan G30SPKI dikendalikan oleh Pak Harto di markasnya,” kata Gatot pada acara webinar yang berjudul ‘TNI Vs PKI’ , Minggu (26/09/2021).
Dia menyebut insiden ini lantas membuktikan adanya kemungkinan sudah berkembangnya paham komunis di tubuh TNI. “Maka saya katakan ini kemungkinan sudah ada penyusupan paham-paham kiri, paham-paham komunis di tubuh TNI,” tuturnya.
Sementara itu, Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman membantah pernyataan Gatot Nurmantyo bahwa pihaknya melupakan sejarah dengan menghilangkan patung-patung tokoh nasional Soeharto dkk dari museum.
“Foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965 itu masih tersimpan dengan baik di Museum tersebut,” kata Dudung kepada wartawan, Selasa (28/09/2021).
Menurut Dudung, apa yang diucapkan Gatot tak lebih dari sebuah tuduhan. “Tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI. Itu tudingan yang keji terhadap kami,” ujarnya.
Dudung menjelaskan bahwa hanya patung diorama Soeharto, Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat Jenderal AH Nasution yang diangkut dari ruangan tersebut.
Hal itu, dilakukan atas permintaan Pangkostrad ke-34, Letjen TNI (Purn) Azym Yusri Nasution sekaligus pembuat patung tersebut. Dudung mengatakan bahwa Azym merasa berdosa karena telah membuat patung tersebut.
“Saya hargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution, yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut menurut keyakinan agamanya. Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan,” Azym Yusri Nasution.
Laporan : Azmi