JAKARTA (mimbarsumut.com) – Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara (PB IMSU) secara terbuka menyampaikan kritik keras terhadap kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dinilai gagal menanggulangi peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara.
Dalam pernyataan tegasnya, PB IMSU memberikan “kartu merah” kepada BNN dan mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera mencopot Kepala BNN Komjen Pol Marthinus Hukom.
Kecaman PB IMSU ini muncul menyusul paparan data terbaru yang disampaikan oleh Kepala BNN dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI pada 7 Mei 2025 lalu. Dalam rapat tersebut, Marthinus mengungkap bahwa hasil survei prevalensi tahun 2023 menunjukkan jumlah pengguna narkotika di Indonesia mencapai 3,33 juta orang, atau sekitar 1,73 persen dari populasi. Lebih mengkhawatirkan lagi, mayoritas pengguna berada pada rentang usia produktif, yakni 15–49 tahun.
“Ini bukan sekadar angka. Ini adalah jeritan generasi muda yang menjadi korban dari ketidaktegasan negara dalam menghadapi sindikat narkoba,” ujar Ketua Umum PB IMSU, Lingga Pangayumi Nasution, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (11/6).
Menurut Lingga, situasi ini menjadi semakin mengkhawatirkan mengingat Sumatera Utara secara konsisten berada di posisi tertinggi dalam hal penyalahgunaan narkoba selama lima tahun terakhir. Data dari survei prevalensi tahun 2019 menyebutkan bahwa Sumatera Utara memiliki angka prevalensi tertinggi, yaitu sebesar 6,5 persen—angka yang jauh melampaui provinsi lain seperti Sumatera Selatan (5 persen), DKI Jakarta (3,3 persen), Sulawesi Tengah (2,8 persen), dan DI Yogyakarta (2,3 persen).
“Fakta bahwa Sumut terus berada di posisi puncak menunjukkan bahwa strategi dan pendekatan BNN selama ini tidak menyentuh akar masalah. Sudah saatnya Presiden mengevaluasi dan mengambil langkah tegas. Kami mendesak Presiden Prabowo untuk mencopot Kepala BNN karena gagal melindungi generasi muda,” tegas Lingga.
PB IMSU menilai BNN telah terlalu lama terjebak dalam pendekatan seremonial dan retorika formal tanpa membangun sistem kerja yang berbasis intelijen, pencegahan dini, serta pemberantasan yang menyentuh hingga ke akar rumput.
“Apakah cukup dengan razia insidental dan baliho kampanye anti-narkoba? Tidak. Kita butuh sistem yang bisa melacak jaringan sampai ke hulu, bukan hanya memotong rantingnya. Kenyataannya, para bandar besar tetap aman dan jaringan mereka makin canggih,” tambah Lingga.
Lingga juga menyayangkan lemahnya koordinasi antara BNN dan aparat penegak hukum lainnya, termasuk kepolisian dan pemerintah daerah. Menurutnya, masalah narkoba tidak bisa diselesaikan secara sektoral, tetapi harus dengan pendekatan nasional yang bersifat lintas lembaga dan lintas sektor.
“Kami tidak ingin Sumatera Utara hanya dijadikan angka dalam laporan tahunan. Kami ingin solusi nyata. Jika Kepala BNN saat ini tidak mampu mengemban tanggung jawab strategis ini, maka sudah seharusnya Presiden Prabowo menunjuk sosok yang lebih tegas, berani, dan memahami medan kerja,” ucapnya.
Desakan PB IMSU kepada Presiden bukanlah reaksi emosional sesaat, melainkan bentuk tanggung jawab moral mahasiswa sebagai bagian dari kekuatan moral bangsa. Menurut Lingga, mahasiswa tidak bisa terus-menerus menjadi penonton saat daerahnya terpuruk oleh peredaran narkoba.
“Kami mahasiswa adalah benteng terakhir dalam menjaga masa depan bangsa. Ketika negara terlihat abai, maka suara mahasiswa harus berdiri paling depan. Ini bukan sekadar kritik, tapi tuntutan perubahan,” tutup Lingga. (**)