JAKARTA (MS) ‐ Sebanyak enam jurnalis yang ditangkap polisi saat meliput demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta, kini telah dipulangkan dari Markas Polda Metro Jaya. Dua orang di antaranya berasal dari media NTMC Polri.
Tim advokasi dari Lembaga Bantuan Hukum Pers yang mendampingi para jurnalis itu menyampaikan enam orang telah dibebaskan sekitar pukul 20.30 WIB, Jumat (9/10). Mereka terdiri dari seorang jurnalis Merahputih.com, 1 dari Radar Depok, 2 dari Berdikari, dan 2 dari NTMC Polri.
Sepanjang demo menolak Omnibus Law di Jakarta pada Kamis (8/10), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers mencatat sedikitnya tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan aparat kepolisian dan penangkapan sewenang-wenang.”Total 6 orang. Dua orang dari NTMC,” kata Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin kepada CNNIndonesia.com, Jumat malam.
Salah satunya dialami seorang jurnalis Merahputih.com, Ponco Sulaksono. Dia menjadi sasaran amuk polisi sebelum ditangkap aparat. Ponco sempat dikabarkan ‘hilang’ beberapa jam, namun akhirnya diketahui telah dibawa ke Polda Metro Jaya.
Sementara Aldi, jurnalis Radar Depok, yang merekam momen Ponco keluar dari mobil tahanan, ikut diciduk polisi. Dia sempat bersitegang dengan aparat.
Selain penangkapan, dua jurnalis lainnya mengalami kekerasan dan intimidasi. Thohirin, jurnalis CNNIndonesia.com mengaku dipukul kepalanya oleh polisi saat meliput di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Saat itu, dia sedang meliput demonstran yang ditangkap dan dipukuli sejumlah polisi, bahkan hingga ada yang pingsan. Namun polisi tak senang Thohirin meliput peristiwa itu. Ponselnya dibanting hingga hancur ketika mengetahui di dalamnya ada foto polisi sedang memiting demonstran.
Nasib nahas juga dialami jurnalis Suara.com, Peter Rotti. Dia menjadi sasaran kemarahan polisi lantaran merekam aksi aparat sedang mengeroyok demonstran. Polisi yang mengetahui hal itu sontak meminta paksa kamera Peter.
Peter sempat menolak, namun polisi akhirnya merampas kamera dan mengambil kartu memori di dalamnya. Dia bahkan ikut diseret, dipukul, dan ditendang segerombolan polisi.
Selain itu, polisi juga menangkap pegiat pers mahasiswa yang turut meliput aksi pada Kamis lalu. Mereka di antaranya Berthy Johnry, (anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta), Syarifah, Amalia (anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Ajeng Putri, Dharmajati, dan Muhammad Ahsan (anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta). Mereka ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya bersama massa aksi lainnya.
“Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja; serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menilai penganiayaan serta menghalangi kerja jurnalis oleh polisi merupakan pelanggaran Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sesuai Pasal 18 ayat 1, ancaman pidana bagi pelaku pelanggaran tersebut adalah penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono berkomentar soal aksi pemukulan dan tindak kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Argo berdalih, ketika situasi mulai chaos, anggota kepolisian pun fokus melindungi dirinya.
“Memang kita seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan, tapi karena situasinya chaos dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri,” kata Argo di Mabes Polri, Jumat (9/10). (CNN Indonesia).