Rencana Turun Harga Tes PCR Jadi Rp 300 Ribu Bila perlu pemerintah bisa mensubsidi harga tes PCR agar lebih murah lagi.

NASIONALDibaca 416 Kali
ANTARA/Fikri YusufPetugas kesehatan melakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan PCR. Presiden Joko Widodo menginstruksikan penurunan harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu.

JAKARTA (MS) — Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar harga tes PCR turun harga disambut baik. Presiden hari ini meminta agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyambut baik hal tersebut. Ia mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan perlu segera melakukan evaluasi tarif PCR.

“Perlu evaluasi tarif PCR tersebut, memang dengan Rp 300 ribu tidak terlalu memberatkan masyarakat,” kata Zubairi kepada Republika, Senin (25/10).

Namun, sambungnya, bila memang nantinya harga setelah evaluasi tidak bisa kurang dari Rp 400 ribu, maka pemerintah bisa memberikan subsidi. “Entah Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu. sehingga biaya yang dibayarkan masyarakat lebih murah,” ujarnya.

Zubairi menuturkan, tes PCR memang lebih baik dari tes usap antigen. Sebab akurasi dalam mendeteksi Covid-19 lewat PCR lebih tinggi.

“Jadi kalau harga bisa turun tanpa menurunkan kualitas. Itu yang terbaik, artinya bisa dievaluasi apakah bisa turun, atau apakah turunnya dengan subsidi pemerintah,” kata dia.

Dalam konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM, Senin (25/10), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku menerima berbagai kritikan dan masukan dari masyarakat terkait kebijakan penggunaan tes PCR untuk transportasi udara. Ia menjelaskan, kewajiban penggunaan PCR ini diberlakukan untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.

“Meski kasus saat ini sudah sangat rendah, belajar dari pengalaman negara lain, kita tetap memperkuat 3T 3M. Supaya kasus tidak kembali menguat terutama menghadapi periode Natal dan Tahun Baru,” ujar Luhut.

Selain itu, kebijakan penggunaan PCR tes ini juga diberlakukan dengan mempertimbangkan risiko penyebaran kasus yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk yang semakin tinggi dalam beberapa minggu terakhir ini. Ia pun meminta agar seluruh pihak belajar dari pengalaman di banyak negara dalam menerapkan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan.

Kasus di banyak negara tersebut kemudian meningkat drastis meskipun tingkat vaksinasinya juga jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. “Contohnya seperti di Inggris, Belanda, Singapura, dan beberapa negara Eropa lainnya,” tambah dia.

Karena itu, Luhut meminta masyarakat agar tak emosional dalam menanggapi kebijakan penggunaan tes PCR ini. Ia berjanji akan memberikan penjelasan kepada masyarakat jika terdapat kebijakan yang masih belum dapat dipahami.

Lebih lanjut, ia menyebut secara bertahap penggunaan tes PCR ini juga akan diterapkan pada transportasi lainnya untuk mengantisipasi kenaikan kasus di periode Natal dan Tahun Baru. Luhut menjelaskan, selama periode Natal dan Tahun Baru tahun lalu, meskipun penerbangan ke Bali sudah disyaratkan menggunakan tes PCR, namun mobilitas masyarakat tetap meningkat sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan kasus.

“Mobilitas di Bali saat ini sudah sama dengan Natal dan Tahun Baru tahun lalu, dan akan terus meningkat sampai akhir tahun ini sehingga meningkatkan risiko kenaikan kasus,” jelas Luhut.

Luhut menyebutkan, mobilitas 19,9 juta penduduk di wilayah Jawa-Bali diperkirakan akan meningkat ada masa libur Natal-Tahun Baru. Peningkatan pergerakan penduduk yang masif itu perlu diatur dengan protokol kesehatan yang ketat agar tidak meningkatkan risiko penyebaran kasus Covid-19.

“Berdasarkan hasil survei Balitbang Kemenhub untuk wilayah Jawa Bali yang diperkirakan akan melakukan perjalanan sekitar 19,9 juta, sedangkan Jabodetabek 4,45 juta. Peningkatan pergerakan penduduk ini, tanpa pengaturan protokol kesehatan yang ketat, akan meningkatkan risiko penyebaran kasus,” katanya.

Luhut menuturkan Presiden Jokowi telah memberikan arahan tegas agar semua jajarannya menyiapkan kebijakan guna merancang agar tidak ada peningkatan kasus Covid-19 akibat liburan Natal-Tahun Baru. Namun, ia mengingatkan meski terus melakukan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penyebaran, pembatasan juga akan tetap diberlakukan.

“Jadi apapun strategi yang kami lakukan, di samping vaksinasi dan lainnya, tapi membatasi pergerakan itu juga tetap kita buat di beberapa tempat tertentu,” katanya.

Hal itu pulalah yang dilakukan terkait dengan kewajiban penggunaan PCR pada moda transportasi pesawat. Luhut menyampaikan kebijakan tersebut ditujukan utamanya untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.

Karena itu penumpang pesawat diharukan tes PCR. Secara bertahap, penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Natal dan Tahun Baru.

Lebih lanjut, Luhut meminta masyarakat agar tidak bereuforia yang ada akhirnya mengabaikan segala bentuk protokol kesehatan yang ada. “Apa yang dicapai kita bersama hari ini, tentunya bukanlah bentuk euforia yang harus dirayakan. Kelengahan sekecil apapun yang kita lakukan ujungnya akan terjadi peningkatan kasus dalam beberapa minggu ke depan. Dan pastinya akan mengulang pengetatan-pengetatan yang kembali diberlakukan,” pesan Luhut.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyiapkan mengantisipasi lonjakan gelombang ketiga pascaliburan akhir tahun. “Karena banyak acara-acara penting tahun depan seperti G20 yang sangat bergantung pada kepercayaan pimpinan dunia bagaimana Indonesia bisa menangani kondisi di Natal tahun baru,” katanya. Lonjakan kasus akan sangat mempengaruhi kesuksesan acara.

Saat ini, pemerintah terus memonitor perkembangan varian baru Covid-19 di Indonesia. Termasuk memantau masuknya varian AY.4.2 asal Inggris. “Kami sudah lihat bahwa di Inggris ada satu varian yang berpotensi mengkhawatirkan yaitu AY.4.2 belum masuk di Indonesia yang sekarang terus kami monitor perkembangannya seperti apa,” kata Budi

Budi menuturkan, varian tersebut merupakan turunan dari varian Delta yang lumayan meningkatkan kasus konfirmasi di Inggris cukup lama. Bahkan, kasus Covid-19 di beberapa negara di Eropa pun sejak Juli sampai Oktober tahun ini masih terus meningkat.

Budi melanjutkan, di Indonesia pun dalam dua pekan terakhir terjadi sedikit peningkatan kasus Covid-19 pada 105 kabupaten dan kota. “Memang angkanya masih tidak mengkhawatirkan dan masih berada di bawah batas amannya WHO,” jelasnya.

Oleh karenanya, Pemerintah melakukan berbagai langkah untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. Pertama, meningkatkan testing (pemeriksaan) dan tracing (penelusuran). Seluruh kasus kontak erat Covid-19 akan ditesting.

“Selain kasus konfirmasi, seluruh kontak erat dilakukan testing. jadi protokol 3T harus dijalankan dengan sebaik-baiknya,” kata dia.

Langkah kedua adalah mempercepat vaksinasi, terutama pada kelompok lansia. Sebab, lansia sangat berisiko mengalami fatalitas jika terinfeksi Covid-19 dan belum mendapatkan vaksinasi.

“Lansia ini orang-orang yang berisiko tinggi untuk masuk rumah sakit dan wafat kalau nanti ada lonjakan berikutnya. Kita harapkan tidak terjadi,” kata dia.(REPUBLIKA.CO.ID).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed