Stres Picu Alzheimer, Gangguan Otak Hingga Emosi Negatif
JAKARTA (MS) ‐ Situasi pandemi COVID-19 yang tidak menentu, aliran berita negatif, informasi jumlah kasus hingga ada orang terdekat yang terkena infeksi jelas jadi pemicu stres.
Banyak penelitian terkait stres menyebut kadar stres berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit. Tidak hanya selesma, stres bisa memicu asma bahkan penyakit alzheimer.
Apa itu alzheimer?
Yuda Turana, ahli neurologi FKIK Unika Atma Jaya Jakarta, menuturkan saat bicara soal alzheimer berarti bicara soal siklus kehidupan. Saat tubuh menua, organ termasuk otak pun menua. Otak dicirikan mengerut dan mengecil. Namun pada mereka yang mengalami alzheimer, proses penuaan otak terjadi lebih cepat daripada seharusnya.
Otak menciut
“Proses penuaan tidak bisa kita setop. Pilihannya cuma dua, mau dipercepat atau diperlambat. Tentu pilihannya diperlambat,” kata Yuda dalam webinar bersama BCA dan Alzheimer Indonesia (ALZI), Sabtu (5/9).
Yuda menunjukkan perbandingan kondisi otak sehat dan otak dengan alzheimer. Otak sehat terlihat padat sedangkan otak dengan alzheimer terlihat mengerut dan lebih kecil terutama terlihat pada bagian hippocampus.
Hippocampus merupakan pusat memori. Saat terserang alzheimer, hippocampus mengerut dan mengecil sehingga bisa mempengaruhi fungsi.
Hippocampus juga berfungsi sebagai bagian memori untuk mengingat dan melupakan. Berkat hippocampus, orang bisa mengingat hal positif dan melupakan hal negatif.
Otak sebenarnya mengingat apapun. Namun, Alzheimer membuat orang lebih dulu melupakan memori yang bersifat netral. Kemudian saat makin berat, memori emosi positif hilang.
Akibatnya, hanya menyisakan memori emosi negatif. Dari sini timbul perilaku yang merupakan akibat dari sisa memori emosi negatif.
“Kasus alzheimer yang menjadi masalah adalah kemampuan mengingat hal penting, makin lama makin menurun. (Serta) menyisakan kemunduran otak dalam hal melupakan hal negatif. Makanya, seringkali ada pertanyaan kenapa orang yang kena alzheimer yang diingat itu hal negatif, gampang curiga, gampang marah,” jelas Yuda.
Hingga kini belum ada obat yang bisa menghentikan proses penuaan otak. Padahal, ini adalah faktor risiko utama dari Alzheimer. Sehingga, Yuda menyarankan untuk melakukan deteksi dini untuk mencegah penyakit ini.
Anda pun juga perlu menghindari faktor-faktor risiko lain seperti hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, kelebihan berat badan, stres, depresi, kurang aktivitas fisik, dan kurang aktivitas otak yang memicu agar terus aktif.(CNN Indonesia).
Tinggalkan Balasan