Bupati Batubara Diminta Evaluasi Kinerja dr. Deni Syahputra, Praktisi Hukum : Sikap Bungkam Langgar Etika Publik

BATUBARA (mimbarsumut.com) – Sikap bungkam dr. Deni Syahputra, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara, dalam menanggapi desakan penyidikan baru terkait dugaan korupsi dana Bantuan Tak Terduga (BTT) COVID-19, kembali menuai kritik.

Praktisi hukum Ikhsan Matondang, S.H. mendesak Bupati Batubara Baharudin Siagian, S.H., M.Si. agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dr. Deni Syahputra, karena sikap diamnya dinilai bertentangan dengan prinsip transparansi dan etika pejabat publik.

Menurut Ikhsan, pejabat publik tidak boleh menutup diri dari pertanyaan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan penggunaan dana negara.

“Bupati sebagai pembina kepegawaian di daerah wajib melakukan evaluasi terhadap bawahannya yang tidak menunjukkan sikap terbuka. Diam dalam konteks pelayanan publik adalah bentuk ketidaksiapan moral sebagai aparatur negara,” tegas Ikhsan, Selasa (12/11/2025).

Ia menegaskan, seorang aparatur sipil negara (ASN) memiliki kewajiban moral dan hukum untuk bersikap terbuka terhadap publik, terlebih ketika menyangkut pengelolaan dana publik.
Menurutnya, pejabat publik yang enggan memberikan keterangan kepada media dan masyarakat bisa dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

“Pejabat publik bukan pribadi biasa. Ia terikat pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. Diam saat dikonfirmasi soal dana publik adalah bentuk pelanggaran etika pemerintahan dan bertentangan dengan semangat UU KIP,” ujarnya.

Ikhsan menambahkan, selain UU KIP, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS juga secara tegas mengatur bahwa setiap ASN wajib bersikap jujur, terbuka, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

Hal tersebut diperkuat pula dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menuntut setiap pejabat untuk menjaga integritas dan menjadi teladan bagi masyarakat.

“Sikap tertutup pejabat publik seperti ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah. Karena itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja terhadap dr. Deni Syahputra oleh Bupati Batubara sebagai bentuk pembinaan aparatur,” tandasnya.

Ikhsan menilai, transparansi pejabat publik merupakan bagian penting dari reformasi birokrasi dan penguatan sistem pemerintahan yang bersih. Ia mengingatkan, dalam konteks hukum pidana, diam memang tidak dapat dijadikan bukti bersalah, namun dalam konteks etika publik, sikap itu sangat tidak bijak.

“Jika memang tidak terlibat dalam kasus BTT COVID-19, seharusnya dr. Deni menjelaskan posisinya secara terbuka. Dengan begitu, masyarakat tidak menaruh prasangka dan penegakan hukum bisa berjalan lebih objektif,” tambahnya.

Kasus dugaan korupsi BTT COVID-19 di Kabupaten Batubara hingga kini masih disidangkan di Pengadilan Tipikor Medan. Eks Kepala Dinas Kesehatan, drg. Wahid Khusyairi, menjadi terdakwa utama dengan tuduhan penyimpangan dana sebesar Rp1,1 miliar.

Namun, sejumlah fakta persidangan mengarah pada peran penting dr. Deni dalam proses pengadaan barang dan jasa selama pandemi.

Ikhsan berharap, Kejaksaan Negeri Batubara dapat menindaklanjuti fakta yang muncul di persidangan secara transparan dan profesional, tanpa pandang bulu.

“Penegakan hukum harus menyeluruh. Tidak boleh ada kesan tebang pilih, apalagi jika fakta-fakta di persidangan sudah mengarah pada peran pejabat lain,” tutupnya.

Laporan : dewo

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed