Setelah SPPD Rp700 Juta, Muncul Lagi Temuan Dengan Nilai Ratusan Juta di Protokoler Batubara

BATUBARA (mimbarsumut.com) — Aroma penyimpangan anggaran di Bagian Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Setdakab Batubara tampaknya semakin kuat. Setelah mencuat persoalan SPPD luar daerah senilai Rp700 juta yang belum dapat dibuktikan realisasinya, kini muncul temuan baru berupa dugaan ketidakwajaran anggaran ratusan juta rupiah yang semakin memperkeruh keadaan.

Temuan baru ini dinilai sebagai indikasi bahwa pengelolaan anggaran di Protokoler tidak hanya bermasalah di satu titik, tetapi berpotensi sistematis dan terstruktur, sehingga membutuhkan perhatian serius aparat penegak hukum.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, selain anggaran SPPD Rp700 juta yang belum disertai SPJ, rekap realisasi, maupun data dalam sistem SIPD, terdapat pos anggaran lain bernilai ratusan juta yang tidak sinkron antara pencatatan, pelaksanaan, dan bukti penggunaannya.

Dua temuan sekaligus ini membuat publik menduga adanya pola pengelolaan yang tidak transparan dan berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara.

Praktisi hukum Ikhsan Matondang, SH menegaskan bahwa dua temuan anggaran tersebut tidak boleh dianggap sebagai kesalahan administratif biasa. Menurutnya, kondisi ini sudah memenuhi unsur dugaan tindak pidana korupsi.

“Kalau SPPD Rp700 juta tidak bisa dibuktikan dengan SPJ yang sah, dan sekarang ada lagi anggaran ratusan juta yang datanya tidak sinkron, maka ini sudah bukan masalah teknis. Ini indikasi kuat dugaan Tipikor, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001,” tegas Ikhsan.

Ia menjelaskan bahwa Pasal 2 mengatur larangan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, sedangkan Pasal 3 menjerat pejabat yang menyalahgunakan kewenangan hingga menimbulkan kerugian negara.

“Dua pasal ini lazim dijeratkan pada kasus perjalanan dinas fiktif dan anggaran siluman. Bila dua pos anggaran dalam satu bagian saja sudah bermasalah, maka wajar publik menduga ada praktek penyimpangan yang sistematis,” ujarnya.

Hingga kini, pihak Bagian Protokoler belum juga membuka akses terhadap dokumen realisasi SPPD Rp700 juta maupun anggaran lain yang dipertanyakan. Rekap kegiatan, SPJ, bukti verifikasi, hingga laporan SIPD tidak diberikan meski sudah diminta sejak awal isu ini muncul. Sikap ini dinilai semakin memperkuat dugaan penyimpangan.

Temuan baru bernilai ratusan juta tersebut memunculkan spekulasi bahwa ada anggaran yang tercatat di atas kertas, namun tidak jelas penggunaannya.

“Kalau satu anggaran saja sudah tidak jelas, itu masalah. Tapi kalau dua sekaligus, dengan pola yang sama, tidak ada SPJ, tidak ada bukti realisasi, tidak ada dokumen, maka ini patut diduga sebagai anggaran gelap,” ujar Ikhsan.

Menurutnya, pola ini sering muncul pada kasus-kasus korupsi perjalanan dinas fiktif maupun belanja kegiatan yang hanya dibuat sebagai formalitas.

Ikhsan menegaskan bahwa dua temuan ini bukan lagi ruang untuk sekedar klarifikasi internal. Ia menyatakan sudah waktunya Kejaksaan Negeri Batubara turun langsung melakukan penyelidikan.

“Jika dua pos anggaran sudah sama-sama bermasalah, maka ini bukan dugaan biasa. Kejaksaan harus turun, karena potensi kerugian negara semakin nyata. Jangan tunggu sampai bukti-buktinya hilang,” tegasnya.

Dengan mencuatnya temuan baru ratusan juta ini, Ikhsan kini menilai bahwa Bagian Protokoler wajib diaudit secara menyeluruh. Audit internal Inspektorat dinilai tidak cukup apabila bagian yang sama berulang kali memiliki masalah pada tata kelola anggaran.

Situasi ini membuat dugaan penyimpangan semakin sulit dibantah dan tekanan publik semakin besar agar pemerintah daerah tidak membiarkannya berlarut.

Laporan : dewo

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed