Bongkar Jejak Sertifikat Siluman, Fakta di Medan, Dokumen Dasar Tak Pernah Ada di Kelurahan dan Kecamatan

MEDAN (mimbarsumut.com) – Fakta terbaru kembali mencuat terkait dugaan praktik penerbitan sertifikat tanah bermasalah di wilayah Kota Medan. Dalam mediasi resmi di Kantor Wali Kota Medan, perwakilan dari kelurahan dan kecamatan setempat secara tegas menyatakan bahwa dokumen dasar penerbitan sertifikat tanah, termasuk surat silang sengketa dan sporadik atas nama salah satu pihak berinisial L.K.W, tidak pernah terdaftar di kantor mereka.

Pernyataan resmi tersebut menjadi perhatian publik karena mengindikasikan adanya potensi pelanggaran prosedur dalam proses penerbitan sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan tersebut.

Kuasa hukum pihak yang dirugikan, DR Sutoyo,SH.,MH, Selasa (14/10/2025) menjelaskan bahwa temuan ini memperkuat dugaan adanya rekayasa dokumen dan penyalahgunaan wewenang dalam proses administrasi pertanahan.

“Kalau sporadik dan surat pengantar tidak tercatat di kelurahan maupun kecamatan, dari mana dasar hukum penerbitan sertifikat itu muncul ? ,” ujar Dharma dengan nada bertanya kepada wartawan di Medan.

Menurutnya, tindakan tersebut bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi telah mengarah pada dugaan pemalsuan dokumen negara sebagaimana diatur dalam Pasal 263, 266, dan 385 KUHP, serta berpotensi melibatkan unsur tindak pidana korupsi sesuai Undang-Undang Tipikor.

Kasus ini bermula ketika pada tahun 2019, salah satu dokumen tanah Grand Sultan milik M.B.S diduga disalahgunakan dan dijadikan dasar untuk penerbitan sertifikat baru tanpa izin pemilik sah.

Berdasarkan hasil klarifikasi internal, BPN Medan telah melakukan pemblokiran administratif terhadap 3 HGB dan 8 SHM yang terbit di atas objek tanah tersebut, sambil menunggu hasil penyelidikan hukum lebih lanjut.

“Kami sudah buktikan di forum resmi pemerintah bahwa dasar administrasi tidak pernah ada. Maka, pertanyaannya, siapa yang memberi legitimasi penerbitan sertifikat itu ? Itu yang harus dijawab,” tegas Sutoyo.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena dianggap dapat menjadi preseden penting dalam penegakan hukum pertanahan di Sumatera Utara. Masyarakat kini menantikan langkah tegas dari Presiden, Menteri ATR/BPN, dan Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan tidak berhenti di meja birokrasi. (**)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed