Temuan BPK.RI, Operasional Gardu Induk (GI) Sei Mangke Amburadol, Tak Optimal

EKBIS, SimalungunDibaca 2,415 Kali

SIMALUNGUN (mimbarsumut.com) – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke ditetapkan Pemerintah sebagai kawasan Ekonomi yang terdiri dari Zona Industri, Zona Logistik, dan Zona Parawisata berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 2012 terletak di Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun Sumatera Utara.

Dimana PTPN III ditetapkan Pemerintah Kabuapten Simalungun sebagai badan Usaha Pembangunan dan Pengelolaan KEK Seimangke.

PTPN III disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.RI nomor.34/AUDITAMA VII/PDTT/04/2022, tanggal 20 April 2022 pernah mengajukan surat nomor.3.12/X//39/2012, tanggal 21 Februari 2012 kepada PT. PLN perihal permohonan kebutuhan energi listrik kawasan Industri Sei Mangke sebesar +/-400,5MW dalam tiga tahap mulai tahun 2012 sampai 2025

Sejak Desember 2014 PLN, mulai membangun jaringan transmisi untuk memenuhi kebutuhan listrik dan mengantisipasi penambahan beban. Gardu Induk (GI) trafo 60 MVA telah energize tahun 2016, serta GI Ext trafo 60 MVA sudah memperoleh Standart Laik Operasional

Belakangan, ternyata pertumbuhan kebutuhan listrik di KEK Sei Mangke Kabupaten Simalugun amburadol, tidak sesuai dengan rencana pembangunan semula yakni Gardu Induk (GI) 150 kV Ext 1 TB (1 x 60 MVA) serta tidak memperhatikan hasil kajian kelayakan operasi sebagaimana disebut dalam LHP BPK. RI yang dimaksud.

Dalam LHP BPK.RI disebut ada enam pelanggan yang berpotensi menggunakan daya listrik di KEK sei Mangke yaitu Pabrik Kernel Sei Mangke, PLTBS PTPN III, PT.Kinra, Pembangunan Infra Struktur Sei Mangke, PT. Unilever Oleochemical Indondesia, PT. Industri Nabati Lestari yang terealisasi menggunakan Daya total sebesar 13,8 (MW) yang jauh dibawah rencana penyediaan daya sesuai road map pengembangan KEK Sei Mangke yakni sebesar 400,5 (MW) artinya ada selisih daya antara rencana penyedia daya dengan realisasi sebesar -386,7 (MW)

Sejalan dengan temuan BPK tersebut, Pembanguanan Gardu Induk kV Perdagangan Ext1 TB (1 X 60 MVA) ternyata dibangun tak memperhatikan hasil kajian kelayakan operasi.

Berdasarkan hasil kajian kelayakan proyek penambahan atau extension trafo 60 MVA di Gardu Induk (GI) 150 kV Perdagangan/Sei Mangke nomor.24.03./2019.12/97 yang di susun oleh PLN Wilayah Sumut diketahui bahwa kajian kelayakan operasi (KKO) dan kajian kelayakan finansial (KKF) menyatakan extension trafo 60 MVA tersebut tidak layak untuk diadakan dengan pertimbangan akan menurunkan beban trafo awal menajdi 20% sehingga GI 150 kV tidak beresiko overload, tidak melebihi batas standart tegangan (grid code Sumatera), memenuhi kriteria N-1 dan masih dibawah rated capacity, dimana pembebanan eksisting yang rendah dan pertumbuhan beban yang sangat lambat di GI 150 kV Sei Mangke mengindikasikan ectension trafo 60 MVA tidak layak untuk dikerjakan.

Selanjutnya temuan BPK menyebutkan bahwa berdasarkan Kajian Kelayakan Finansial (KKF) diketahui bahwa proyek ektension trafo 60 MVA GI 150 kV Sei Mangke tidak memiliki nilai Net Present Value yang nilainya minus artinya Nett Benefit proyek berniali minus, Benefit to Cost Rasio bernilai 0,99.

Ratama Saragih pengamat kebijakan publik, Kamis (17/11/2022) menilai adanya unsur kesengajaan dalam hal penentuan perencanaan pembangunan Gardu Induk (GI) yang dimaksud, lantaran tidak sesuainya realisasi pemakaian dan perencanaan, bahkan tambahnya sangat ironis jika realisasi penggunaan daya (MW) tahap I tahun 2010 sampai dengan 2013 terealisasi nol, inikan perbuatan tercela namanya, sudah diakomodir ternyata nihil hasilnya.

Bahkan sebut pemilik sertifikat “Role Of The Ombudsman In Access To Justice” ini, pembangunan Gardu Induk (GI) 150 KV di Perdagangan Kabupaten Simalungun tidak sesuai dengan kajian kelayakan karena suatu proyek itu dinyatakan layak jika Net Benefit (keuntungan bersih) bernilai positif sementara temuan BPK.RI terhadap proyek tersebut minus, ini perlu teguran keras oleh Menteri BUMN dan Pemerintah Kabupate Simalungun

Ada kerugian negara yang tak ter record oleh BPK.RI dimana ada selisih Megawat (MW) suppply dan demand tenaga listrik yang bisa dikonversi dengan rupiah yang berpotensi hangus, inikan merugikan negara, kemudian ada progres pembangunan GI 150 kV Ext I TB (1 x 60 MVA) namun menyalahi lantaran tak sesuai dengan hasil kajian kelayakan operasi, ini jelas menghamburkan uang negara yang dipaksakan, tutup Ratama Saragih.

Laporan : anton garingging

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed