103 Tahun Kota Tebingtinggi, Jalan Tol Jadi Tantangan Ke Depan, Kota Hidup Atau Kota Mati
Catatan : Ridwan Napitupulu
Pada 1 Juli 2020, Kota Tebingtinggi genap berumur 103 tahun. Namun, sebenarnya melihat sejarahnya, umur Kota Tebingtinggi ini, sudah lebih dari 103 tahun. Hal ini dapat dibuktikan dari arsip – arsip lama, dimana dalam catatan tersebut dinyatakan Tebingtinggi telah menjadi tempat pemukiman, tepatnya pada Tahun 1864.
Kota Tebingtinggi terletak di jalan penghubung antara pantai barat dan pantai timur Sumatera Utara, yang dilintasi oleh aliran 4 sungai besar dan kecil. Secara klimatologi, daerah ini beriklim tropis dengan temperatur udara antara 24o – 28o C serta kondisi alam yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan penghujan. Ratarata curah hujan mencapai 1.217mm/tahun dengan kelembaban udara 80% – 90%.
Sedangkan secara topografi, Kota Tebingtinggi pada umumnya mendatar dan bergelombang, dengan ketinggian sekitar 26 – 34 m dpl. Dengan luas wilayah 3.843,8 Ha (38.438 Km2), secara administratif Kota Tebingtinggi dibagi menjadi 5 kecamatan (Rambutan, Bajenis, Padang Hulu, Padang Hilir dan Tebingtinggi Kota) dengan 35 kelurahan.
Pada tahun 2020, penduduk Kota Tebingtinggi mencapai lebih kurang 170 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan 0,71 % per tahun serta kepadatan rata-rata 3.254 jiwa/Km2. Penduduknya pada umumnya bekerja di sektor perdagangan, angkutan, jasa, industri, pertanian, konstruksi, pertambangan, galian, keuangan, pegawai negeri dan ABRI.
Selama kurun 103 tahun umur Kota Tebingtinggi, sudah ada 14 orang yang pernah memimpin Kota Tebingtinggi, diawali dari Walikota MS Hanijoyo (1946 – 1947), Tengku Hasyim (1948 – 1950), Tengku Alamsyah (1950 – 1951), Wan Umaruddin Barus (1951 – 1956), OK Anwaruddin (1956 – 1957), Kantor Tarigan (1958 – 1967), Syamsul Sulaiman (1967 – 1970), Sanggup Ketaren (1970 – 1974), Amiruddin Lubis (1974 – 1985), Rupai Perangin-angin (1985 – 1990), Rohani Darus Daniel (1990 – 1995) dan (1995 – 2000), Abdul Hafis Hasibuan (2000 – 2005) dan (2005 – 2010), Eddy Sofyan Purba (2010 – 2011), Umar Zunaidi Hasibuan (2011 – 2016), (2017 – sampai sekarang)
Kota Jasa dan Perdagangan
Dalam pembangunan jangka panjang (20 tahun, 2006-2025), Kota Tebingtinggi diproyeksikan akan menjadi “Kota Jasa dan Perdagangan dengan sumberdaya manusia yang berkualitas“. (Perda No 04 Tahun 2006 tentang RPJPD Kota Tebingtinggi).
Sebagai kota jasa dan perdagangan dalam pengambilan kebijakan dan melaksanakan pembangunan membutuhkan sikap keberanian dengan didukung sumberdaya manusia profesional serta sikap sungguh – sungguh menjalankannya.
Mewujudkan kota jasa dan perdagangan harus mampu meningkatkan pendapatan perkapita, daya beli masyarakat, kesempatan berusaha, berkurangnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya angka partisipasi kasar dan murni dibidang pendidikan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Agar maju dan berkembang ke depannya, pemimpin Kota Tebingtinggi harus berupaya menciptakan ketersediaan infrastruktur perkotaan yang baik, teratur, aksesibel dan berkelanjutan dalam memberikan dukungan fungsi kota dan peningkatan daya saing basis perkotaan.
Sebagai Kota Jasa dan Perdagangan, posisi Kota Tebingtinggi sangat didukung dengan kehadiran Pelabuhan Kualatanjung di Kabupaten Batubara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) serta pembangunan Jalan Tol Kualanamu – Tebingtinggi termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 akan berdampak positif bagi perkembangan Kota Tebingtinggi.
Lokasi KSN Kuala Tanjung akan dijadikan sebagai pelabuhan Hubungan Internasional pada wilayah pantai timur Sumatera dengan jarak relatif dekat dengan Kota Tebingtinggi yakni berkisar 25 Kilometer, harus bisa memanfaatkan kondisi tersebut.
Dalam RPJMN yang sudah memasuki tahun ketiga pemerintahan saat ini, kawasan perkebunan Sei Mangke di Kabupaten Simalungun adalah sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan jarak berkisar 45 kilometer dari Kota Tebingtinggi.
Jalan tol Kuala Namu -Tebingtinggi yang sudah diresmikan pemakaiannya sebagai bagian tol trans Sumatera yang akan dilanjutkan dengan pembangunan tol Tebingtinggi – Kisaran dan pembangunan tol Tebingtinggi – Parapat sebagai Kawasan Strategis Destinasi Wisata Nasional.
Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019 disebutkan bahwa terdapat 21 Kota Otonom Sedang di seluruh Indonesia yang akan dilakukan optimalisasi perannya, termasuk Kota Tebingtinggi.
Dari 21 Kota Otonom Sedang dimaksud, ada enam diantaranya berada di Sumatera, yakni Banda Aceh, Dumai, Bukittinggi, Prabumulih, Lubuk Linggau, dan satu-satunya di Propinsi Sumatera Utara adalah Kota Tebingtinggi.
Dari program kebijakan pembangunan nasional yang dimaksud, yakni KSN Kuala Tanjung, KEK Sei Mangke, pembangunan jalan tol dan optimalisasi peran Kota Otonom Sedang menjadikan posisi Kota Tebingtinggi semakin strategis untuk menjadi Kota Jasa dan Perdagangan
Selama ini letak geografis Kota Tebingtinggi dikenal juga sebagai titik simpul transportasi darat untuk logistik dan orang ‘menumpang’ dari Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara menuju lintas timur dan lintas tengah Sumatera, demikian pula sebaliknya.
Kota Tebingtinggi sebagai pusat pelayanan jasa dan perdagangan karena letak strategis dapat dimanfaatkan sebagai peluang dengan adanya kawasan yang menjadi kebijakan nasional.
Jarak yang relatif dekat dengan Kota Tebingtinggi bisa dimanfaatkan untuk menampung tenaga kerja, mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sebaliknya, Kota Tebingtinggi juga bisa menyediakan jasa pelayanan bagi kawasan sekitarnya seperti di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, jasa keuangan, jasa perhotelan, pariwisata, kuliner dan jasa lainnya.
Akan tetapi, dalam usia Kota Tebingtinggi sekarang ini 103 tahun dan visi – misi menjadikan Kota Jasa dan Perdagangan didukung adanya KEK Sei Mangke dan Pelabuhan Kuala Tanjung, apakah masih relevan dengan dibukanya jalan tol. Jalan tol tersebut sangat mendukung untuk KEK Sei Mangke dan pelabuhan Kuala Tanjung. Namun, untuk Kota Tebingtinggi kehadiran jalan tol ada sisi baik dan ada sisi buruknya.
Kehadiran jalan tol, ruas Medan – Tebingtinggi – Parapat akan sangat berdampak terhadap pembangunan Kota Tebingtinggi sebagai Kota Jasa dan Perdagangan. Bahkan jika tidak disikapi secepatnya, Kota Tebingtinggi bisa menjadi Kota ‘mati’ karena kenderaan yang datang dari Medan menuju Pematangsiantar dan Asahan maupun sebaliknya melalui jalan tol, otomatis akan membuat suasana Kota Tebingtinggi sepi alias menjadi ‘kota mati’.
Hal ini dikarenakan hanya ada satu pintu tol yakni di perbatasan masuk Kota Tebingtinggi. Itu artinya, pintu tol itu, khususnya berfungsi hanya untuk warga Kota Tebingtinggi keluar masuk pintu tol. Sementara kenderaan yang datang dari Pematangsiantar dan Asahan menuju Medan dan sebaliknya, tidak perlu lagi memasuki Kota Tebingtinggi karena sudah bisa langsung tanpa harus keluar dari Kota Tebingtinggi.
Sisi baiknya, hanya untuk memperpendek dan mempercepat jalur transportasi Medan – Tebingtinggi dan sebaliknya.
Dalam mewujudkan Kota Tebingtinggi sebagai Kota Jasa dan Perdagangan, sudah saatnya Pemko Tebingtinggi memikirkan dan mengambil sikap program apa dalam bidang jasa dan perdagangan yang dapat diunggulkan sehingga Kota Tebingtinggi tetap menjadi tumpuan dan diminati warga luar.
Kendatipun ada jalan tol, jika ada yang diminati dan dikejar di Kota Tebingtinggi, bisa membuat warga luar masuk ke Kota Tebingtinggi dan tidak langsung ambil jalur tol menuju Asahan dan Pematangsiantar.
Artinya, Pemko Tebingtinggi harus menciptakan sesuatu yang diandalkan dalam bidang jasa dan perdagangan sehingga membuat warga dari luar tetap masuk ke Kota Tebingtinggi. Jika tidak ada diandalkan untuk dijual maupun dinikmati, niscaya Kota Tebingtinggi tidak akan dikunjungi orang luar Tebingtinggi. Hal ini lama kelamaan, akan membuat Kota Tebingtinggi menjadi kota mati.
Kota Tebingtinggi sebagai Kota Jasa dan Perdagangan, harus tetap berbenah diri menyahuti perkembangan pembangunan yang berdampak terhadap Kota Tebingtinggi sendiri. Pembangunan yang terjadi saat ini bisa ‘mengancam’ perkembangan Kota Tebingtinggi sebagai Kota Jasa dan Perdagangan bahkan Kota Tebingtinggi bisa menjadi ‘mati suri’.
Hal ini bukan tidak beralasan, bahkan sudah ada contoh yang terjadi saat ini di Kabupaten Serdang Bedagai. Akibat pembangunan jalan tol, Pasar Bengkel di Perbaungan Kabupaten Sergai yang menjual berbagai makanan oleh oleh hasil home industri, kini kondisinya sangat memprihatinkan, bahkan pengusaha / pedagang oleh – oleh di Pasar Bengkel kini gulung tikar dan sudah banyak yang tutup.
Sebelum ada jalan tol Medan – Kuala Namu – Tebingtinggi, kondisi Pasar Bengkel begitu ramai mulai pagi sampai tengah malam, bahkan bisa dibilang Pasar Bengkel buka 24 jam karena rata – rata mobil pribadi maupun mobil penumpang antar kota dalam propinsi pasti singgah untuk rehat sesaat sembari minum kopi dan berbelanja oleh – oleh. Kondisi ini otomatis meningkatkan perekonomian masyarakat setempat dan berdampak terhadap peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Sergai.
Akan tetapi, dengan hadirnya dan beroperasinya jalan tol Medan – Kuala Namu – Tebingtinggi dan dilanjutkan pembangunan tol Tebingtinggi – Parapat, membuat masyarakat setempat saat ini mengeluh karena tidak ada lagi mobil yang berhenti minum kopi dan berbelanja oleh – oleh. Jika ada pun mobil yang berhenti, hanya mobil angkutan penumpang yang memiliki loket dan itupun hanya hitungannya 1 – 2 unit mobil.
Sementara sepanjang jalan lintas Pasar Bengkel berjejer puluhan usaha dagang oleh – oleh home industri milik masyarakat dan sudah mendapat pembinaan dari Pemkab Sergai. Alhasil, saat ini usaha tersebut hampir seluruhnya gulung tikar karena tidak ada lagi mobil dan angkutan penumpang yang singgah. Sekarang masyarakat setempat kebingungan mencari usaha baru untuk melanjutkan kehidupan perekonomiannya masing – masing.
Melihat kondisi Pasar Bengkel Kecamatan Perbaungan Kabupaten Sergai itu, juga akan dialami Kota Tebingtinggi jika jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar kelak beroperasi dan saat ini sudah dalam tahap pembangunan. Ini artinya, pembangunan jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar – Parapat akan berdampak terhadap masyarakat Kota Tebingtinggi khususnya para pedagang jajanan makanan yang selama ini ramai dikunjungi warga dari luar Kota Tebingtinggi.
Sebenarnya, Kota Tebingtinggi sebagai daerah hinterland, sangat strategis sebagai Kota Jasa dan Perdagangan apa lagi dengan kondisi saat ini, semua tumpah ke Kota Tebingtinggi. Mobil pribadi maupun angkutan penumpang yang datang dari Pematangsiantar dan Batubara serta Asahan menuju Medan maupun sebaliknya ‘tumpah’ di Kota Tebingtinggi. Hal ini sudah barang tentu membuat Kota Tebingtinggi sebagai daerah segitiga selalu ramai dikunjungi warga dari luar daerah.
Jika Kota Tebingtinggi sebagai perlintasan selalu ramai baik siang maupun malam, sudah pasti akan membuat usaha jajan makanan, kopi dan jasa lainnya tetap hidup dan berkembang. Kita lihat saja sekarang ini, usaha dagang berkembang dengan pesat, banyak muncul usaha cafe yang mengutamakan menu kopi. Hampir di semua pelosok di kota Tebingtinggi bermunculan usaha cafe dengan mengutamakan brand kopi. Usaha – usaha dagang masyarakat dengan mengutamakan nama kopi, kini tumbuh seperti jamur di musim hujan.
Pekarangan warga, teras rumah yang strategis kini di sulap sebagai tempat mangkal dan santai serta tetap mengutamakan nama kopi (cafe). Hingga saat ini, usaha – usaha tersebut bisa dikatakan berjalan dengan baik dan selalu dikunjungi para penikmat kopi. Pengunjung untuk menikmati kopi di Kota Tebingtinggi saat ini mayoritas berasal dari luar Kota Tebingtinggi, seperti warga Pematangsiantar, Simalungun, Batubara, Asahan dan Sergai.
Warga luar Kota Tebingtinggi itu, mau singgah untuk menikmati kopi dan makanan khas lainnya di kota Tebingtinggi setelah mereka keluar jalan tol dan semuanya tumpah ke Kota Tebingtinggi. Singgah di Kota Tebingtinggi bukan semata – mata melepaskan lelah dan capek. Akan tetapi warga dari luar singgah di Kota Tebingtinggi setelah keluar jalan tol karena benar – benar akan menikmati minuman kopi dan makanan khas lainnya serta mencari roti kacang.
Namun hal itu kelak sulit berkembang bahkan para pengusaha makanan dan oleh – oleh yang ada di Kota Tebingtinggi, khususnya di jalan lintas akan gulung tikar jika jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar – Parapat dan jalan tol Tebingtinggi – Kuala Tanjung – Asahan mulai beroperasi.
Warga dari luar Kota Tebingtinggi baik Medan, Pematangsiantar, Batubara dan Asahan yang melintas dari jalan tol nantinya tidak lagi singgah di Kota Tebingtinggi untuk menikmati makanan dan minum kopi. Mereka yang datang melalui jalan tol dari Medan menuju Pematangsiantar, Batubara, Asahan maupun sebaliknya tidak akan singgah lagi di Kota Tebingtinggi jika memang bukan untuk menikmati secangkir kopi dan makanan khas lainnya.
Dengan beroperasinya jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar dan Tebingtinggi – Kuala Tanjung (Batubara), harus menjadi perhatian bagi Pemko Tebingtinggi sehingga apa yang dialami pedagang oleh – oleh di Pasar Bengkel tidak terjadi bagi pedagang makanan yang ada di Kota Tebingtinggi. Pemko Tebingtinggi sejak dini harus memikirkan kelangsungan hidup pedagang yang selama ini menggantungkan income dari konsumen di luar Kota Tebingtinggi.
Tidak bisa dipungkiri, beroperasi kelak jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar dan Tebingtinggi – Kuala Tanjung (Batubara) akan serta merta membuat kondisi Kota Tebingtinggi sepi dan arus lalu lintas lengang karena mobil pribadi dan angkutan umum dari Pematangsiantar serta Asahan, Batubara menuju Medan dan sebaliknya akan melewati jalan tol. Tidak seperti saat ini, semua mobil pribadi dan angkutan umum yang datang dari Pematangsiantar, Batubara, Asahan tujuan Medan dan sebaliknya masih tetap tumpah dan bertemu di Kota Tebingtinggi.
Untuk menyiasati Kota Tebingtinggi tetap ramai walaupun jalan tol Tebingtinggi – Pematangsiantar, Tebingtinggi – Kuala Tanjung – Batubara nanti telah dibuka, harus ada yang dilirik atau dinikmati di Kota Tebingtinggi.
Pemko Tebingtinggi bersama masyarakat harus saling bergandengan tangan menciptakan daya tarik bagi orang luar masuk ke Kota Tebingtinggi walaupun sudah ada nantinya jalan tol, warga luar tetap menyempatkan diri datang ke Kota Tebingtinggi.
Salah satu yang harus dikembangkan Pemko Tebingtinggi dan benar – benar punya data tarik dan dinikmati tersendiri bagi orang luar dari Kota Tebingtinggi adalah minuman kopi dan makanan kuliner. Pengusaha kuliner di Kota Tebingtinggi harus bisa menciptakan rasa kopi dengan nikmat tersendiri yang tidak ada rasanya di daerah lain. Begitu juga makanan kuliner lainnya harus diciptakan dengan rasa tersendiri.
Hal ini sebenarnya sudah terbersit dari program Dinas Pertanian Kota Tebingtinggi. Walaupun di Kota Tebingtinggi tidak ada tanaman kopi, namun dengan terobosan yang dilakukan Dinas Pertanian patut diacungkan jempol menggelar festival kopi dan kuliner Nusantara.
Tidak tangung – tanggung, festival kopi dan kuliner itu melibatkan kabupaten / kota di Sumut bahkan kegiatan itu dibuka langsung Gubernur. Melalui kegiatan itu, diharapkan dapat menjaring kopi unggulan yang tidak ada rasanya di daerah lain, sehingga Kota Tebingtinggi memiliki minuman kopi unggulan yang harus dicari dan dikejar warga dari luar Kota Tebingtinggi.
Hal ini yang harus benar – benar diciptakan Pemko Tebingtinggi yakni membuat brand kopi unggulan yang tidak ada di daerah lain. Jadi, warga luar Kota Tebingtinggi kendatipun sudah ada jalan tol, tetap harus datang ke Kota Tebingtinggi untuk menikmati kopi dan kuliner lainnya. Mereka tidak langsung ke Siantar, Asahan, Batubara dan sebaliknya melalui jalan tol, tetapi dengan adanya kopi daya tarik Kota Tebingtinggi, mereka harus tetap keluar di pintu gerbang tol Tebingtinggi untuk menikmati kopi dan kuliner lainnya.
Walaupun Tebingtinggi tidak khas dengan perkebunan kopi, Wagubsu Ijeck menilai pelaksanaan Festival Kopi dan Kuliner Nusantara ini merupakan tindakan yang berani dan kreatif. “Artinya melawan keterbatasan yang ada ini,” ujarnya.
Selain memicu pertumbuhan ekonomi, pelaksanaan event-event baik nasional maupun internasional yang terlaksana di Sumut, juga akan membantu promosi wisata Sumut secara keseluruhan.
Walikota Tebingtinggi, Umar Zunaidi Hasibuan menyampaikan, festival kopi dan kuliner nusantara ini merupakan yang pertama kali terlaksana di Tebingtinggi dan direncanakan akan ada setiap tahunnya. “Pelaksanaan event ini sebagai bentuk usaha kami wujudkan visi menjadi kota jasa dan perdagangan. Ada banyak event lain yang kami laksanakan, Tebingtinggi Expo, Cultur Night, Pawai dan Karnaval Budaya Indonesia, Tebingtinggi Agriculture Market, dan yang terakhir Pameran Flora dan Fauna.
Sangat diharapkan, dalam kepemimpinan Walikota Umar Zunaidi Hasibuan ada terobosan yang dilahirkan guna mengantisipasi kehadiran jalan tol sehingga Kota Tebingtinggi tidak mati suri dan tetap menjadi kota yang diandalkan sebagai kota jasa dan perdagangan.
Diakui, selama Umar Zunaidi Hasibuan sebagai Walikota hingga di saat usia Kota Tebingtinggi sudah 103 tahun ada beberapa perubahan pembangunan siginifikan di Kota Tebingtinggi.
Diantara pembangunan tersebut tampak saat ini sudah ada Balai Kota (Kantor Walikota) yang berdiri megah, Mesjid Agung, Balai Kartini dan beberapa pembangunan yang lain. Warga Kota Tebingtinggi masih berharap kepada Umar Zunaidi bersama para perangkatnya melahirkan ide gagasan dan pembangunan terlebih mengantisipasi dampak negatif pembangunan jalan tol.
Semoga dalam sisa waktu kepemimpinan Walikota Umar Zunaidi Hasibuan dapat melahirkan program bidang jasa dan perdagangan yang briliant sehingga Kota Tebingtinggi punya daya tarik untuk dikunjungi warga luar, walaupun ada jalan tol yang langsung ke Pematangsiantar dan Batubara, namun mereka tetap masuk Kota Tebingtinggi untuk menikmati apa yang menjadi andalan Kota Tebingtinggi. Semoga dapat terwujud. ! ! !
Tinggalkan Balasan