MEDAN (MS) – Terdakwa penyuap bupati Labuhanbatu, Efendy Sahputra alias Asiong, memohon kepada majelis hakim agar mengabulkan permohonannya sebagai justice collaborator.
Terdakwa juga menangis saa membacakan nota pembelaan (pledoi) di hadapan majelis hakim di PN Medan.
Dalam pledoinya, Asiong memohon agar majelis hakim yang diketuai Irwan Effendy, mengabulkan permohonannya sebagai justice collaborator (JC). JC adalah saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengungkap kasus tertentu.
Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini menyatakan, dirinya telah turut membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus itu. Dia juga mengatakan selama penyidikan berlangsung, ia kooperatif dan turut mencocokkan fakta penyidikan.
Dengan kerja sama dari pihaknya, menurut Asiong, Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai Rp 500 juta yang tidak memiliki barang bukti karena penerima uang Umar Ritonga (orang kepercayaan Pangonal) masih melarikan diri, menjadi kasus pemberian uang kepada Pangonal yang nilainya melebihi Rp40 miliar.
“Saya ungkap semua. Tidak hanya pada 2018, tapi juga pemberian pada 2016 dan 2017,” sebut Asiong.
Asiong bercerita, jerat hukum yang dihadapinya berawal saat Thamrin Ritonga, salah seorang tim sukses Pangonal Harahap, datang menemuinya pada tahun 2016. Ketika itu, Pangonal sudah terpilih, namun belum dilantik sebagai bupati.
Thamrin meminta Asiong memberikan Rp7 miliar untuk membayar utang-utang Pangonal semasa kampanye. Pengusaha ini kemudian dipertemukan dengan Pangonal di salah satu hotel di Medan, untuk membicarakan mekanisme pengembalian uang itu nantinya.
Berdasarkan dakwaan, uang itu dibayar dengan proyek yang akan didapatkan Asiong. Uang yang diberikan kepada Pangonal merupakan bagian atau fee proyek untuknya.
Setelah pertemuan itu, Asiong bertemu lagi dengan Pangonal. Pertemuan itu dilakukan di pendopo Bupati Labuhanbatu, pascapelantikan. Asiong mengaku, pihak Pangonal kerap meminta uang. “Saya terkadang kesulitan untuk memenuhinya, bahkan saya harus berutang,” ucapnya.
Meskipun pengembalian uangnya diberikan dalam bentuk proyek, Asiong mengklaim pengerjaannya tetap sesuai ketentuan. “Saya tetap menjaga kualitas proyek karena itu untuk kepentingan masyarakat Labuhanbatu,” ucap Asiong.
Dengan dasar sikap kooperatif dan turut membantu membongkar pemberian uang yang jumlahnya melebihi Rp40 miliar kepada Pangonal, Asiong memohon kepada hakim agar dia menjadi JC. Dalam perkara ini, Asiong merasa bukan pelaku utama.
“Saya tidak pernah menyuap bupati. Mereka datang kepada saya untuk meminta uang. Saya tidak menyuap uang, tapi diminta. Tak pernah meminta proyek, tapi diberi proyek,” katanya.
Sebelumnya, penuntut KPK menuntut Asiong dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Pengusaha ini dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (rn)