Sikap Bungkam dr. Deni Dinilai Langgar Etika Pejabat Publik, Bertentangan Dengan Semangat UU Keterbukaan Informasi

BATUBARA (mimbarsumut.com) – Sorotan terhadap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara, dr. Deni Syahputra, semakin tajam. Setelah sebelumnya memilih bungkam soal desakan penyidikan baru kasus dugaan korupsi dana Bantuan Tak Terduga (BTT) COVID-19, kini sikap diamnya dinilai menyalahi kode etik pejabat publik dan bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Praktisi hukum Ikhsan Mahtondang, S.H., menilai seorang pejabat publik tidak boleh menutup diri dari pertanyaan media dan masyarakat, terutama jika menyangkut penggunaan dana negara.

“Sikap tertutup seperti itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika pemerintahan. Pejabat publik memiliki kewajiban moral dan hukum untuk terbuka, apalagi dalam konteks pengelolaan dana publik,” ujar Ikhsan, Senin (10/11/2025).

Ikhsan menjelaskan, prinsip transparansi diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik serta menjadi bagian dari kode etik ASN sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

“Dalam PP 42/2004 jelas disebutkan bahwa PNS wajib bersikap jujur, terbuka, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya. Jadi kalau ada pejabat yang justru menghindar ketika dikonfirmasi soal penggunaan anggaran, itu sudah bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi,” tegasnya.

Menurutnya, keengganan dr. Deni untuk memberi keterangan dapat memperkuat persepsi negatif publik dan mencoreng citra pemerintahan daerah yang sedang berupaya membangun sistem pemerintahan bersih dan akuntabel.

“Kalau memang tidak terlibat, seharusnya justru berani bicara untuk meluruskan. Diam hanya menimbulkan prasangka,” sambungnya.

Ikhsan juga menilai, sikap bungkam pejabat aktif seperti dr. Deni justru kontraproduktif terhadap upaya Kejaksaan dalam menegakkan hukum secara transparan.

“Penegakan hukum akan berjalan efektif kalau semua pihak kooperatif. Kalau saksi atau pejabat terkait memilih diam di luar pengadilan, publik bisa menilai ada sesuatu yang ditutupi,” katanya.

Desakan agar Kejari Batubara membuka penyidikan baru terhadap dr. Deni semakin menguat setelah Presidium Masyarakat Anti Korupsi (MARAK), Arief Tampubolon, memaparkan fakta di persidangan bahwa seluruh pengadaan barang dan jasa dalam proyek BTT COVID-19 bermuara pada dr. Deni sebelum diteruskan kepada terdakwa utama, drg. Wahid Khusyairi.

Sementara itu, Ikhsan menilai, transparansi dan kejujuran pejabat aktif seperti dr. Deni menjadi bagian penting untuk menegakkan keadilan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

“Kasus ini bukan hanya soal hukum, tapi soal moralitas pejabat publik. Transparansi itu kewajiban, bukan pilihan,” tutup Ikhsan.

Laporan : dewo

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed