TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara nomor.50.B/LHP/XVIII.MDN/05/2025, tanggal 23 Mei 2025 bahwa kondisi keuangan Pemerintah Kota Tebingtinggi terganggu alias tak baik-baik saja lantaran Penganggaran Pendapatan Daerah Tahun 2024 yang tidak rasional, mengakibatkan Pemko Tebingtinggi kekurangan sumber pendanaan untuk membiayai belanja yang telah dianggarkan.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) periode I Januari sampai dengan Desember 2024, menunjukkan nilai defisit sebesar Rp.12.604.306.812,38 ditambah dengan penerimaan pembiayaan berupa SILPA tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp.27.769.707.911,77, sehingga nilai SILPA pada akhir Tahun 2024 menjadi Rp.15.165.401.099,39
Selain itu, nilai Treasury Deposit Facility (TDF) dimana dana DBH dan/atau DAU yang disalurkan melalui TDF Kota Tebingtinggi TA.2024 sebesar Rp.0.
Ini menunjukkan bahwa fleksibilitas dan kemampuan pendaan riil Pemko Tebingtinggi sangat rendah dibandingkan dengan jumlah kewajiban jangka pendek yang harus dibayarkan per 31 Desember 2024 sebesar Rp.22.841.622.965,00.
Selaku pengamat kebijakan publik dan anggaran Ratama Saragih, Jumat (19/09/2025) mengatakan sangat prihatin atas kondisi riil keuangan Kota Tebingtinggi TA.2024 yang sudah jadi temuan BPK Perwakilan Sumatera Utara, dimana dalam waktu bersamaan juga ada Mega Proyek Pengadaan Smartboard sebesar Rp.14.M yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi.
Penyandang Sertifikat “Aspek Hukum Dalam Pemeriksaan Keuangan Negara” ini menambahkan bahwa dari hasil audit BPK jelas dilihat angka rasio solvabilitas Tahun 2024 dibawah satu yakni 0,70, ini menunjukkan bahwa Pemko Tebingtinggi belum memiliki kemampuan yang memadai dalam menyelesaikan kewajiban yang dimilikinya, dimana kewajiban jangka pendek Tahun 2024 hanya bisa dilunasi dengan memakai realisasi Pendapatan Tahun Anggaran 2025. Kondisi ini harus menjadi perhatian dan pertimbangan penting bagi Pemko Tebingtinggi dalam menyusun dan menyesuaikan APBD-P TA.2025.
Anehnya lagi, pada waktu Tahun Anggaran 2024 berjalan, dimana kondisi keuangan Pemko Tebingtinggi terganggu, membayar kewajiban jangka pendek tahun 2024 saja tak mampu, malah membelanjakan uang untuk membeli Smartboard sebesar Rp.14 miliar.
Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat bahwa Penganggaran belanja Pemko Tebingtinggi tak memperhatikan ketersediaan dana berdasarkan pada realisasi belanja yang telah dilakukan. Ini pun tak menjadi pertimbangan oleh Pemko Tebingtinggi yang ngotot membelanjakan uangnya untuk membeli Smartboard sebesar Rp.14 M.
Kejanggalan dan keanehan dimaksud menjadikan dugaan kuat adanya presure dan kepentingan pihak tertentu dalam Mega Proyek Smartboard tersebut, jika APH tidak mau membongkar ini maka dipastikan ada indikasi korupsi sistematis untuk pemegang kekuasaan tertentu.
Laporan : napit








