TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Akhirnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebingtinggi menindaklanjuti dugaan kasus korupsi dalam pembangunan Pasar Induk di Jalan AMD, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu Kota Tebingtinggi.
Tindak lanjut penanganan kasus dugaan korupsi Pasar Induk ini dapat dilihat saat Kejari Tebingtinggi melalui tim penyidik tindak pidana khusus melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM, Jalan Gunung Lauser, Rabu (5/7/2023).
Namun belum dapat dipastikan, apakah Kejari Tebingtinggi hanya mengusut pemasangan tembok penahan pasar induk dan pemasangan fasil paving block, atau secara keseluruhan.
Kasintel Kejari Tebingtinggi Hiras A Silaban saat dikonfirmasi mimbarsumut.com, Jumat (07/07/2023) membenarkan melakukan penggeledahan ke Kantor Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM untuk mengumpulkan bukti – bukti terkait dugaan korupsi tersebut.
“Kasus dugaan korupsi di Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM ditindaklanjuti karena adanya laporan masyarakat,” ujar Kasi Intel Hiras Silaban.
Informasi diperoleh, penggeledahan dilakukan dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemasangan tembok penahan pasar induk.
Tidak hanya Dinas Perdagangan, tapi tim penyidik tindak pidana khusus juga memeriksa berkas di Bagian Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemko Tebingtinggi.
Tim dari Kejari terlihat melakukan pemeriksaan dan membawa beberapa dokumen dan berkas dari dua tempat yang digeledah.
Saat penggeledahan berkas, terlihat Kadis Perdagangan, Koperasi dan UMKM Zahidin serta Kabag PBJ Iqbal Ramadhan ikut mendampingi tim Kejari tersebut.
Penggeledahan dilakukan untuk mencari beberapa dokumen dan berkas yang diperlukan oleh tim untuk melengkapi penyidikan.
Total Lost, Pasar Induk Tebingtinggi Aset Tetap Bangunan Manfaat Bernilai Nol
Sebelumnya, Walikota LSM LIRA Ratama Saragih kepada mimbarsumut.com, mengatakan Pemerintah Kota Tebingtinggi memiliki aset sebanyak 4.229 unit gedung dan bangunan dengan nilai total Rp.860.705.044.101,61 sebagaimana disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) R.I nomor.35.B./LHP/XVIII.MDN/04/2022, tanggal 1 April 2022.
Salah satu diantaranya, Pasar Induk di Jalan AMD, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu yang sampai saat ini tak berfungsi sebagaimana layaknya Pasar yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
Disebutkannya, dari pengamatan LIRA langsung di lokasi Pasar Induk, ditemukan sarana fasilitas paving block, sudah rusak padahal baru selesai dibangun pada Tahun Anggaran 2019 dengan biaya yang cukup fantastis sebesar Rp.612.559.098,80.
Ratama Saragih yang juga sebagai Jejaringnya Ombudsman RI ini, mengatakan, pembangunan Pasar Induk dimulai sejak Tahun Anggaran 2017 berdasarkan kontrak nomor.510/1550/SP/Disdag/VII/2017, tanggal 26 Juli 2017 oleh PT. AHJ dengan nilai kontrak sebesar Rp.11.480.180.000 00, Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) nomor.510/1554/SPMK/Disdag/VII/2017,tanggal 24 Juli 2017, addendum kontrak pertama nomor.510ADD/2017, tanggal 19 September 2017.
Selesai dikerjakan sesuai berita acara pemeriksaan fisik nomor.510/3130/Disdag/XII/2017, tanggal 27 Desember 2017 dan dibayar lunas melalui SP2D terakhir nomor.3670/SP2D-LS.2/3.06.01.01/2017 tanggal 18 Desember 2017 sebesar Rp.574.009.000,00.
“Uang negara habis percuma tak ada manfaat hanya untuk membangun Gedung Pasar Induk,” geram alumni fakultas Hukum USI ini.
Dalam proses penbangunan Pasar Induk, ada aturan yang mengatur yakni Peraturan Presiden nomor.15 Tahun 2015 Tentang Perubahan keempat atas Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Artinya, dalam konteks pembangunan hukum kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki arti strategis yaitu pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan sektor signifikan dalam upaya pertumbuhan ekonomi kerakyatan, sebagai proteksi preferensi bagi pelaku usaha dalam negeri serta mampu menerapkan prinsip tata pemerintahaan yang baik untuk mendorong efisiensi dan efektifitas belanja publik.
Namun, faktanya berbanding terbalik dengan instrumen pembangunan hukum yang di maksud ujar Ratama Saragih yang juga selaku Pengamat Kebijakan Publik.
Anehnya, lanjut Ratama, tak ada satu fraksipun di DPRD Tebingtinggi yang menyuarakan dalam pandangan umum fraksi-fraksi di dalam sidang paripurna terkait Ranperda APBD 2023.
“Ini kan tak wajar jika dikaitkan dengan fungsinya sebagai pengawasan,” ungkap Ratama mengoreksi sikap anggota DPRD Tebingtinggi.
Maka, konsep good governance tak berjalan. Pasalnya, tak ada saling ketergantungan (interdependence) dan interaksi dari aktor kelembagaan disemua level tingakat dalam pemerintahaan yakni pemerintah (Eksekutif, Legislatif, Judikatif), swasta dan civil society, jelasnya.
Laporan : napit






