NISEL (mimbarsumut.com) – Setelah terkuaknya dugaan kejanggalan dalam penangkapan dan penahanan Diaberius Halawa, publik kini menanti langkah hukum selanjutnya. Apakah kasus ini akan dituntaskan dengan pendekatan keadilan, atau justru berakhir sebagai catatan kelam dalam buku sejarah penegakan hukum di Nias Selatan ?
Sementara masyarakat resah, pihak keluarga dan tim pendamping hukum dari LBH Panglima mulai menyusun langkah hukum melalui mekanisme praperadilan, demi menilai sah atau tidaknya tindakan aparat dalam menetapkan dan menahan Diaberius Halawa.
Ketua LBH Panglima Sumut, Once J .HG, menegaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan berkas permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Gunungsitoli.
“Jika surat penangkapan tidak sesuai prosedur, jika bukti permulaan tidak cukup, maka menurut Pasal 77 KUHAP, tindakan itu bisa dibatalkan melalui praperadilan,” tegas Once.
Pihak LBH juga akan menyoroti kemungkinan penyalahgunaan wewenang, serta konflik kepentingan antara pelapor dan penyidik. “Ini bukan sekadar kasus personal, tapi simbol tentang bagaimana hukum memperlakukan rakyat kecil,” tambahnya.
Sinyal Mabes Polri dibutuhkan
dalam beberapa kasus serupa di daerah lain. Mabes Polri kerap mengirimkan tim khusus untuk melakukan supervisi terhadap penanganan perkara yang menuai sorotan publik. Apakah langkah ini juga dibutuhkan untuk kasus Diaberius Halawa ?.
“Jika dalam waktu dekat tidak ada transparansi dari Polres Nias Selatan, kami akan mengirim surat resmi ke Divisi Propam dan Irwasum Polri agar turun tangan. Evaluasi menyeluruh dibutuhkan agar kepercayaan masyarakat tidak sepenuhnya runtuh terhadap hukum. Oknum aparat terkait harus diperiksa.
Solusi dan rekomendasi sistemik
1. Evaluasi penanganan oleh Mabes Polri, Mabes Polri harus mengirim tim audit investigasi ke Polres Nias Selatan, fokus pada prosedur, kelengkapan alat bukti, dan relasi pelapor-penyidik.
2. Perlindungan hukum terhadap tersangka lemah dan negara wajib menyediakan penasihat hukum tersangka.
Laporan : sofian candra lase