NISEL (mimbarsumut.com) – Sengketa tanah warisan di Desa Hililewa, Kecamatan Ulususua, Kabupaten Nias Selatan, kembali menuai sorotan setelah ditemukan dugaan kejanggalan serius dalam dokumen berita acara yang dijadikan dasar klaim oleh pihak Saroeli Zebua. Dalam dokumen tersebut, nama Haogozomasi Halawa, salah satu tokoh utama dalam konflik lahan, tercantum sebagai pihak pertama, namun tidak membubuhkan tanda tangan atau cap jempol.
Dokumen bertanggal 29 September 2012 itu menjelaskan bahwa Saroeli Zebua telah memberikan uang sebesar Rp3 juta kepada Fazambowo Halawa sebagai bentuk penyelesaian sengketa. Dokumen itu ditandatangani oleh sejumlah saksi, kepala desa, dan pejabat kecamatan. Namun ketidakhadiran tanda tangan Haogozomasi Halawa memicu pertanyaan fundamental tentang keabsahan dokumen tersebut sebagai dasar pengalihan hak tanah.
Pelaksana Tugas (Plt) Camat Amandraya Sokhiato Mendorofa, saat dokumen tersebut ditandatangani, memberikan pernyataan mengejutkan. Ia menegaskan bahwa seluruh dokumen yang ia paraf saat itu berdasarkan keyakinan bahwa kedua belah pihak hadir dan sepakat secara utuh.
“Kami para pejabat hanya menandatangani apabila kedua belah pihak benar-benar hadir dan menyatakan setuju. Kalau sekarang ada nama tapi tidak bertanda tangan, saya sendiri jadi bingung,” ujar Mendorofa kepada mimbarsumut.com, Rabu (17/7).
Pernyataan tersebut disampaikan langsung saat wartawan mimbarsumut.com bersama perwakilan dari LBH Panglima Sumatera Utara mendatangi kediaman Mendorofa untuk menanyakan keabsahan dokumen yang kini beredar. Dalam pertemuan itu, PLT Camat mengaku terkejut setelah diperlihatkan salinan dokumen yang mencantumkan nama tanpa tanda tangan.
“Ada dugaan saya, surat ini sudah ditukangi. Karena yang kami lihat dan setujui dulu adalah naskah yang disepakati di hadapan semua pihak. Kalau sekarang kosong tanda tangan pihak utama, berarti ada sesuatu yang berubah setelah acara,” ujarnya tegas.
Mendrofa menyatakan kesiapannya untuk menjadi saksi di persidangan jika dibutuhkan, demi memastikan bahwa proses administratif tidak dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.
Ketegangan semakin meningkat setelah pihak Saroeli Zebua juga disebut mengantongi dokumen lain yang memperkuat klaimnya atas tanah yang disengketakan. Publik pun mendesak agar aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan forensik terhadap semua dokumen yang beredar.
Permintaan tersebut mencakup: uji keaslian tanda tangan dan cap jempol para saksi dan pejabat
verifikasi kehadiran fisik pada saat pertemuan, pemeriksaan perubahan dokumen pasca musyawarah.
Beberapa warga juga menaruh perhatian pada tanda tangan Kepala Desa Yoely Laiya dan peran para saksi yang nama-namanya tercantum, namun sebagian tidak diketahui keberadaannya saat ini.
Dalam praktik hukum agraria, legalitas dokumen ditentukan oleh kesepakatan nyata dan bukti persetujuan tertulis dari semua pihak yang disebutkan. Satu nama tanpa tanda tangan bukan hanya celah hukum, tetapi potensi awal dari konflik sosial dan kriminalisasi.
“Negeri ini bukan kekurangan dokumen, tapi sering kekurangan integritas,” tulis seorang aktivis muda Hililewa di media sosial. Surat bisa dicetak kapan saja. Tapi kehadiran dan kesepakatan tak bisa dipalsukan.
mimbarsumut.com memberi ruang kepada seluruh pihak yang disebut dalam dokumen ini, termasuk pihak Saroeli Zebua, keluarga Haogozomasi Halawa, dan para saksi yang terlibat, untuk menyampaikan klarifikasi, bukti tambahan, atau pernyataan resmi.
Kami juga mendorong Kepolisian dan lembaga forensik independen untuk mengambil langkah serius guna memastikan keabsahan dokumen serta mencegah konflik berkepanjangan.
Laporan : sofian candra lase