TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Puluhan mahasiswa dan aktivis pemuda unjukrasa ke kantor Wali Kota menuntut perbaikan tata kelola pemerintahan di Kota Tebingtinggi, Jumat (18/06/2025).
Aksi yang awalnya berlangsung tertib ini, sempat memicu keributan kecil ketika massa mulai mendorong pagar gedung pemerintah lantaran merasa dibiarkan terlalu lama menunggu kehadiran Walikota Iman Irdian Saragih.
“Kami datang dengan tuntutan yang jelas dan konstitusional. Tapi pak Walikota seolah lari dari rakyatnya sendiri ! Kami menunggu berjam-jam, tapi malah diwakili oleh orang yang menyebut aksi kami tak manusiawi,” ujar salah satu orator dengan nada tinggi.
Massa mulai kehilangan kesabaran ketika pihak pemerintah hanya mengutus Syah Irwan, Asisten I Pemko Tebingtinggi, untuk menemui demonstran. Kemunculannya yang tidak disertai dengan jawaban substansial terhadap tuntutan justru memperkeruh suasana.
Syah Irwan menyampaikan bahwa pemerintah kota memahami aspirasi mahasiswa. Namun, sangat menyayangkan cara penyampaian yang menurutnya “tidak manusiawi”. Ucapan itu sontak menyulut amarah para demonstran yang kemudian membalas dengan sorakan keras dan teriakan “anti kritik !”
“Kalau menyampaikan aspirasi disebut tidak manusiawi, maka jelas pemerintah kota ini tidak layak berada di tengah masyarakat demokratis. Karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
Hafiz selalu kordinator aksi menyampaikan Birokrasi yang Lumpuh dan Kota Tanpa Arah, hari ini Kota Tebingtinggi yang disebut tengah mengalami darurat kepemimpinan dan stagnasi birokrasi. Terbukti, ada 13 OPD yang dijabat Pelaksana Tugas (Plt), beberapa bahkan sudah lebih dari enam bulan, sudah melanggar Perpres No. 3 Tahun 2018 dan PermenPAN-RB No. 15 Tahun 2019.
Tak hanya itu, posisi strategis seperti Plh Sekretaris Daerah, Plt Direktur RSUD Kumpulan Pane, dan tidak adanya Kepala Inspektorat definitif memperjelas adanya kekosongan kebijakan yang membahayakan pelayanan publik dan arah pembangunan.
“Kota ini seperti kapal tanpa nakhoda. Bagaimana mungkin bisa berlayar kalau seluruh kemudi dijalankan oleh pelaksana tugas sementara ? Ini bukan lagi abnormal, ini darurat pemerintahan,” tegas salah satu orator.
Hafiz juga menyoroti pembahasan PAPBD 2025 yang dinilai cacat hukum karena disusun oleh Plh Sekda, serta memuat program-program pembangunan yang tidak sesuai dengan RPJMD. Proyek-proyek seperti pujasera di bekas RS Herna, kolam renang, dan pembangunan gedung di eks Kantor Kejaksaan disebut tidak menyentuh kebutuhan rakyat yang mendesak.
Sementara itu, layanan dasar masyarakat seperti kebersihan rumah sakit, pelayanan puskesmas, dan kelurahan mengalami penurunan drastis akibat kebijakan efisiensi yang tidak tepat sasaran.
“Kebijakan efisiensi ini bukan efisien, tapi keblinger. Disaat rakyat butuh kesehatan dan pelayanan, pemerintah justru sibuk bangun pujasera,” sindir orator dengan pengeras suara.
Selain itu, banyak tuntutan ganti rugi (TGR) dari proyek tahun-tahun sebelumnya belum diselesaikan, menambah beban keuangan dan memperkeruh citra birokrasi.
Ada 5 point tuntutan mahasiawa dan pemuda yakni,
1. Segera laksanakan lelang jabatan OPD dan Sekretaris Daerah secara terbuka dan sesuai aturan.
2. Revisi ulang PAPBD 2025 agar berpihak kepada rakyat, bukan proyek.
3. Perbaiki layanan dasar masyarakat, khususnya kesehatan dan pelayanan publik.
4. Tindak tegas pejabat/rekanan yang lalai dan kembalikan kerugian daerah.
5. Walikota harus klarifikasi isu intervensi politik dalam proyek-proyek OPD.
Aksi hari itu menunjukkan bahwa mahasiswa dan masyarakat tidak tinggal diam melihat kotanya tenggelam dalam kekacauan birokrasi dan ketidakpastian pembangunan. Meski tidak ditemui langsung oleh Walikota, suara mereka tetap menggema di halaman kantor pemerintahan, membawa pesan bahwa Tebingtinggi butuh arah, bukan sekadar pelaksana tugas.
Laporan : jihan