Matahari Terbit di Parbaba, Tapi Harapan Pelaku Wisata Masih Redup

SAMOSIR (mimbarsumut.com) – Suasana pagi di Pantai Pasir Putih Parbaba, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, selalu menghadirkan keindahan alami yang memukau. Sinar matahari perlahan naik dari balik bukit, menyinari permukaan Danau Toba yang tenang. Anak-anak bermain air di bibir pantai, banana boat berjajar, dan suara tawa pengunjung menciptakan harmoni alami yang menyejukkan, Jumat (04/07/2025).

Namun di balik keramaian wisatawan, tersimpan kegelisahan yang tidak terlihat. Para pelaku wisata—mulai dari penyewa wahana air, penjaga perahu, hingga pedagang kecil—merasa semakin terpinggirkan oleh arah kebijakan pemerintah daerah yang tidak menyentuh langsung kehidupan mereka.

“Kami di sini sudah belasan tahun menjaga kawasan ini. Tapi ketika aturan baru dibuat, kami tidak pernah dimintai pendapat,” ujar salah satu pelaku wisata yang enggan disebutkan namanya. Ia mengaku khawatir usahanya bisa sewaktu-waktu dihentikan, karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Beberapa waktu terakhir, Pemerintah Kabupaten Samosir dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) menggagas sejumlah kebijakan penataan kawasan wisata Danau Toba, termasuk Pantai Pasir Putih Parbaba. Sayangnya, proses penyusunan kebijakan seperti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Samosir dinilai tidak melibatkan pelaku wisata secara langsung.

“Kalau kami tidak dilibatkan, lalu siapa yang sebenarnya tahu kondisi lapangan?” tanya pelaku wisata lain yang sehari-hari menyewakan pelampung di lokasi tersebut.

Meski pemerintah beralasan bahwa penataan kawasan bertujuan untuk kebaikan bersama, pelaku wisata berharap pendekatan yang dilakukan lebih manusiawi dan partisipatif. Mereka meminta agar pemerintah tidak hanya fokus pada retribusi dan zonasi, tapi juga memikirkan masa depan keluarga yang bergantung dari sektor ini.

Sementara itu, wisatawan terus berdatangan. Setiap akhir pekan, kawasan Parbaba ramai dikunjungi keluarga dari berbagai daerah. Anak-anak berlarian di pasir, orang tua memotret, dan perahu-perahu motor berlalu-lalang di danau. Di tengah keramaian ini, pelaku wisata tetap bekerja seperti biasa—menyambut pengunjung dengan senyum, meski hati mereka dipenuhi tanda tanya.

“Kami tidak menolak perubahan, tapi mohon kami juga diajak bicara,” tutup seorang warga setempat dengan nada lirih.

Pantai Pasir Putih Parbaba tetap memukau siapa pun yang datang. Tapi sejatinya, pariwisata yang adil adalah yang tumbuh bersama mereka yang merawatnya sejak awal—bukan hanya yang tampak rapi dari atas meja rapat.

Laporan : sofian candra lase

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed