Tidak Ada Opsi Penundaan Pilkada, Pemerintah Perketat Protokol

NASIONAL, POLITIKDibaca 736 Kali

JAKARTA (MS) ‐ Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tak akan ditunda meski kasus COVID-19 terus meningkat.

Namun pemerintah akan mengatur penyelenggaraan pilkada lebih ketat lagi dan melarang kegiatan yang berpotensi memperluas penyebaran virus corona.

Dia mengatakan ketentuan tersebut dapat diatur dalam Revisi Peraturan KPU (PKPU) atau lewat Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pelaksanaan Pilkada selama Pandemi COVID-19.

“Kampanye yang mewajibkan alat-alat seperti masker dan lain-lain itu harus diatur dengan aturan, terutama kerumunan yang berpeluang untuk terjadinya jaga jarak menjadi dilanggar. Ini harus diatur dan aturannya tinggal dua, di PKPU atau khusus spesifik di Perppu,” ujarnya dalam webinar yang digelar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia, Minggu (20/9).

Menurut Tito, jika pengetatan protokol tersebut diatur dalam PKPU, maka revisi harus dilakukan dan selesai dalam pekan ini. Namun, jika hal tersebut sulit dilakukan, penerbitan Perppu jadi pilihan bagi pemerintah untuk dapat tetap menyelenggarakan pilkada.

Ia juga menekankan bahwa nantinya aturan terkait penyelenggaraan konser akan dilarang dalam ketentuan Pilkada, kecuali jika dilakukan secara daring. Di samping itu, ketentuan terkait rapat umum juga akan diubah dan hanya diperbolehkan dengan massa berjumlah maksimal 50 orang di dalam ruangan tertutup.

Kemudian, teknis pemungutan suara juga akan diatur ulang khususnya terkait dengan jangka waktu pelaksanaannya. “Pemungutan suara dihitung per jam dan kalau perpanjang sampai jam 3,” jelas Tito.

Sejauh ini, kata Tito, pemerintah telah membahas dua Perppu terkait COVID-19. Perppu pertama terkait aturan protokol COVID-19 secara umum.

“Pencegahan penanganan dan penegakan hukum itu disampaikan Pak Presiden karena tidak ada undang-undang spesifik mengenai ini,” ujarnya.

Meski demikian, hal ini masih dipertimbangkan lebih jauh karena dapat menimbulkan penolakan dari kalangan aktivis yang biasanya menggelar demonstrasi.

“Kalau ini dilakukan mungkin akan berhadapan dengan teman-teman masyarakat sipil teman-teman yang berhubungan dengan aktivis demokrasi dan lain-lain yang menganggap perpu ini bisa melarang terjadinya aktivitas demo dan lain-lain,” ungkapnya.

Kedua, adalah Perppu yang hanya masalah protokol untuk pilkada dan juga pilkades. Dalam Perppu tersebut, kata dia, pemerintah akan menegaskan bahwa pilkades akan ditunda karena minim kontrol dari pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat.

“Karena kalau pilkada mungkin bisa kita lebih dikontrol, tapi kalau pilkades, penyelenggaranya kan setiap kabupaten masing-masing, iya kalau punya manajemen yang baik, kalau tidak baik, rawan sekali, lebih baik ditunda,” ujar Tito.(CNN Indonesia).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed