SAMOSIR (mimbarsumut.com) – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Samosir kembali menjadi sorotan setelah diduga menerbitkan sertifikat ganda atas sebidang tanah di Desa Aek Sipitu Dai, Kecamatan Sianjur Mula-Mula. Warga pemilik lahan, Hotmariani Saragih, melalui kuasa insidentilnya, Saut Limbong, melayangkan somasi resmi kepada BPN Samosir.
Somasi dilayangkan menyusul penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan Nomor Bidang 92.41.02.04.1006 yang dinilai tumpang tindih dengan tanah milik Hotmariani Saragih. Tanah tersebut telah dikuasai secara sah sejak lama dan memiliki sertifikat asli yang diterbitkan pada Maret 2014 oleh BPN sendiri.
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi. Ini pelanggaran hukum agraria yang serius karena BPN menerbitkan sertifikat baru di atas bidang tanah yang sudah memiliki hak sah,” tegas Saut Limbong saat menyerahkan surat somasi di Kantor BPN Samosir, Senin (5/5/2025).
Masalah ini mencuat pertama kali pada tahun 2021 saat Hotmariani melalui notaris mengajukan permohonan pemecahan sertifikat. Namun permohonan tersebut tidak dapat diproses karena diketahui bahwa BPN telah menerbitkan sertifikat baru atas lahan yang sama, tanpa pemberitahuan kepada pemilik awal.
Tanah seluas kurang lebih 7.680 meter persegi itu kini menjadi objek sengketa karena penerbitan SHM baru dilakukan tanpa proses verifikasi fisik, klarifikasi hukum, maupun pemberitahuan kepada pemegang hak sebelumnya. Hal ini dinilai melanggar prinsip kehati-hatian serta prosedur baku dalam penerbitan sertifikat.
Dalam surat somasi tersebut, Saut Limbong mendesak BPN Samosir untuk memberikan klarifikasi hukum atas dasar penerbitan SHM tersebut. Ia juga menuntut pembatalan sertifikat yang dinilai cacat prosedural dan pengembalian status hukum tanah kepada pemilik yang sah.
“Kami memberikan waktu tujuh hari kerja kepada BPN Samosir untuk merespons. Jika tidak, kami akan melanjutkan laporan ini ke Menteri ATR/BPN RI, Kantor Wilayah BPN Sumut, Komisi II DPR RI, dan Ombudsman RI,” ujarnya.
Surat somasi tersebut dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa fotokopi sertifikat asli, peta bidang tanah, serta Surat Kuasa Insidentil yang ditandatangani oleh Hotmariani Saragih dengan materai cukup. Sebagai catatan, kuasa insidentil adalah kuasa yang diberikan secara pribadi antara pihak yang memiliki hubungan keluarga.
Dari aspek hukum, Saut menilai tindakan BPN Samosir telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selain itu, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021 secara eksplisit melarang penerbitan sertifikat baru apabila menimbulkan konflik kepemilikan atau tumpang tindih dengan hak yang sudah ada.
“Ini menjadi bukti bahwa persoalan agraria di Samosir bukan hanya soal tanah, tapi juga sistem yang harus diawasi. Tanah milik rakyat harus dilindungi dari praktik yang tidak transparan dan berpotensi disalahgunakan,” pungkas Saut.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BPN Samosir belum memberikan keterangan resmi. Seorang staf menyatakan bahwa pimpinan sedang mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Laporan : sofian candra lase